Selasa, 24 Februari 2015

Pusat Pasar Batu Akik Indonesia


Kegemaran Batu Akik dan Batu Permata


KEGEMARAN akan batu mulia seperti tak pernah surut. Kini giliran cincin batu akik yang digandrungi. Bahkan, kawula muda pun tak lagi merasa tua mengenakan cincin berbatu akik. Pasang surut itu menjadi bagian dari irama Pasar Rawa Bening atau Jakarta Gems Center, tempatnya bursa batu akik dan batu mulia di Jakarta.

Pasar Batu Akik Indonesia yang berhadapan dengan Stasiun Jatinegara, Jakarta Timur, ini telah dikenal sebagai bursa batu akik dan batu mulia sejak tahun 1980-an. Pengunjungnya tak hanya warga Jakarta, tetapi juga dari sejumlah daerah di Indonesia dan mancanegara, seperti Korea, Taiwan, dan Thailand.

Sebelum direnovasi pada 2010, bursa batu akik ini berada di lantai dasar dan di atasnya digunakan untuk toko serba ada. Suasananya saat itu minim penerangan, perajin batu akik menghaluskan batu dengan bantuan sinar lampu pijar.

Sejak direnovasi, bursa batu akik dan batu mulia di Pasar Rawa Bening menempati bangunan baru tiga lantai. Jenis perhiasan batu yang dijual tak terbatas batu cincin yang biasanya dikenakan kaum pria, tetapi juga beragam aksesori dari batu yang biasa dikenakan perempuan. Di beberapa bagian juga ditemukan kios yang menjual batu untuk jimat.

Namun, menurut sejumlah pedagang, sebagian besar konsumen datang mencari batu akik karena keindahan warna dan aneka coraknya yang memukau. Jamal (29), salah satu penjual akik di Rawa Bening, mengatakan, batu dengan keindahan warna dan mengandung serpihan mineral di dalamnya paling dicari konsumen.

Salah satu jenis akik paling digemari saat ini adalah batu bacan yang dapat berubah warna setelah beberapa lama dikenakan sebagai cincin.

Batu ini berasal dari Pulau Bacan di Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara. Batu ini terdiri atas dua jenis, yaitu bacan doko hijau tua dan bacan palamea hijau muda kebiruan.

”Harga batu bacan ini bisa mencapai Rp 50 juta. Bahkan, ada yang sampai Rp 70 juta, menyaingi batu rubi dan safir,” kata Jamal.

Umumnya pedagang di pasar ini tak mencampur bebatuan yang dijual. Jamal, contohnya, menjual batu semimulia, seperti bacan, batu indocrease asal Aceh, dan beberapa jenis batu akik lain.

Setahun belakangan, popularitas bacan mulai ditandingi batu lavender dan batu biru langit (spiritus) asal Desa Simpang Empat dan Desa Segara Kembang, Kecamatan Lengkiti, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Hal ini tecermin dari animo pembeli di sejumlah pameran batu yang kian sering digelar di Jakarta.

Harga dua jenis batu tersebut di banyak pameran batu mulia bahkan sudah menembus Rp 100 juta. Meski demikian, dua jenis batu yang populer dengan sebutan akik baturaja ini terus diburu penggemar.

Di Rawa Bening ada pula pedagang yang khusus menjual aksesori dengan bahan utama batu mulia dari rubi, safir, dan zamrud (emerald), seperti ditemui di kios Almas Enterprise. Salah satu karyawan kios itu, Tari (30), mengatakan, untuk satu kalung zamrud yang paling murah berharga sekitar Rp 1 juta. ”Untuk kalung dari batu rubi, jauh lebih mahal,” katanya.

Tak hanya yang berharga jutaan rupiah, batu akik yang seharga Rp 20.000 per butir juga ada di Pasar Rawa Bening ini. Salah satunya jenis batu obsidian yang bening dan kecoklatan. Biasanya batu ini digunakan untuk liontin.
Berburu Batu Akik di Rawa Bening
Khusus untuk aksesori dari batu, ada banyak ragam yang dijual di pasar ini. Seperti ditemui di kios Syarifah, ada bros, gelang, hingga kalung. Semua dari bebatuan yang dijual dengan harga Rp 20.000 sampai Rp 50.000 saja.


Uji Laboratorium Batu Permata atau Akik


Yang belum mengerti tentang batu mulia tentu akan sangat bingung untuk membedakan berbagai macam bebatuan ini. Belum lagi untuk membedakan antara batu asli dan kristal kaca yang tampilannya mirip batu mulia.

Sekretaris Jenderal Masyarakat Batu Mulia Indonesia Sujatmiko memberikan tips sederhana untuk mengenali batu asli, yakni dengan lup atau kaca pembesar khusus dan lampu senter. Penerangan dari senter digunakan untuk melihat isi dari batu itu, apakah batu itu padat atau berisi gelembung udara. ”Jika di dalamnya ditemukan gelembung udara, batu itu sintetis, batu buatan manusia,” katanya.

Sujatmiko menambahkan, batu mulia menjadi istimewa karena batu itu terbentuk secara alami dari proses geologis. Itu sebabnya batu mulia tak pernah seutuhnya jernih, melainkan di dalamnya bercampur dengan material mineral lain yang memberikan motif pada batu.

Konsumen yang masih ragu juga bisa mengecek keaslian batu mulia atau akik yang ia beli di laboratorium batu mulia di lantai dua Pasar Rawa Bening.

Tasbih Scientific Gemological Laboratory adalah salah satu laboratorium batu mulia di Pasar Rawa Bening, sekaligus salah satu lembaga yang berhak mengeluarkan sertifikat keaslian batu mulia.

Pemilik laboratorium itu, Yani Abdul Majid, mengungkapkan, untuk menghindari kerugian, sebaiknya pembeli meminta jaminan kepada penjual agar bisa mengembalikan batu yang dibeli jika ternyata palsu.

Untuk uji keaslian batu mulia ini, Yani mematok ongkos Rp 300.000-Rp 350.000, termasuk biaya sertifikat. ”Namun, ada kalanya kami juga melihat besar kecilnya batu untuk mematok harga sertifikasi ini,” katanya.

”Pernah ada klien protes karena batu miliknya saya nilai sintetis. Saat itu klien saya bilang, batu itu sudah disimpan tiga turunan sehingga tak mungkin palsu. Namun, bukti uji ilmiah tak akan bisa berbohong, meski benda itu disimpan bertahun-tahun,” kata Yani.

0 komentar:

Posting Komentar