Kegemaran Batu Akik dan Batu Permata
KEGEMARAN akan batu mulia seperti tak pernah surut. Kini
giliran cincin batu akik yang digandrungi. Bahkan, kawula muda pun tak lagi
merasa tua mengenakan cincin berbatu akik. Pasang surut itu menjadi bagian dari
irama Pasar Rawa Bening atau Jakarta Gems Center, tempatnya bursa batu akik dan
batu mulia di Jakarta.
Pasar Batu Akik Indonesia yang berhadapan dengan Stasiun Jatinegara, Jakarta
Timur, ini telah dikenal sebagai bursa batu akik dan batu mulia sejak tahun
1980-an. Pengunjungnya tak hanya warga Jakarta, tetapi juga dari sejumlah
daerah di Indonesia dan mancanegara, seperti Korea, Taiwan, dan Thailand.
Sebelum direnovasi pada 2010, bursa batu akik ini berada di
lantai dasar dan di atasnya digunakan untuk toko serba ada. Suasananya saat itu
minim penerangan, perajin batu akik menghaluskan batu dengan bantuan sinar
lampu pijar.
Sejak direnovasi, bursa batu akik dan batu mulia di Pasar
Rawa Bening menempati bangunan baru tiga lantai. Jenis perhiasan batu yang
dijual tak terbatas batu cincin yang biasanya dikenakan kaum pria, tetapi juga
beragam aksesori dari batu yang biasa dikenakan perempuan. Di beberapa bagian
juga ditemukan kios yang menjual batu untuk jimat.
Namun, menurut sejumlah pedagang, sebagian besar konsumen
datang mencari batu akik karena keindahan warna dan aneka coraknya yang
memukau. Jamal (29), salah satu penjual akik di Rawa Bening, mengatakan, batu
dengan keindahan warna dan mengandung serpihan mineral di dalamnya paling
dicari konsumen.
Salah satu jenis akik paling digemari saat ini adalah batu
bacan yang dapat berubah warna setelah beberapa lama dikenakan sebagai cincin.
Batu ini berasal dari Pulau Bacan di Kabupaten Halmahera
Selatan, Provinsi Maluku Utara. Batu ini terdiri atas dua jenis, yaitu bacan
doko hijau tua dan bacan palamea hijau muda kebiruan.
”Harga batu bacan ini bisa mencapai Rp 50 juta. Bahkan, ada
yang sampai Rp 70 juta, menyaingi batu rubi dan safir,” kata Jamal.
Umumnya pedagang di pasar ini tak mencampur bebatuan yang
dijual. Jamal, contohnya, menjual batu semimulia, seperti bacan, batu
indocrease asal Aceh, dan beberapa jenis batu akik lain.
Setahun belakangan, popularitas bacan mulai ditandingi batu
lavender dan batu biru langit (spiritus) asal Desa Simpang Empat dan Desa
Segara Kembang, Kecamatan Lengkiti, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera
Selatan. Hal ini tecermin dari animo pembeli di sejumlah pameran batu yang kian
sering digelar di Jakarta.
Harga dua jenis batu tersebut di banyak pameran batu mulia
bahkan sudah menembus Rp 100 juta. Meski demikian, dua jenis batu yang populer
dengan sebutan akik baturaja ini terus diburu penggemar.
Di Rawa Bening ada pula pedagang yang khusus menjual
aksesori dengan bahan utama batu mulia dari rubi, safir, dan zamrud (emerald),
seperti ditemui di kios Almas Enterprise. Salah satu karyawan kios itu, Tari
(30), mengatakan, untuk satu kalung zamrud yang paling murah berharga sekitar
Rp 1 juta. ”Untuk kalung dari batu rubi, jauh lebih mahal,” katanya.
Tak hanya yang berharga jutaan rupiah, batu akik yang
seharga Rp 20.000 per butir juga ada di Pasar Rawa Bening ini. Salah satunya
jenis batu obsidian yang bening dan kecoklatan. Biasanya batu ini digunakan
untuk liontin.
Berburu Batu Akik di Rawa Bening
Khusus untuk aksesori dari batu, ada banyak ragam yang
dijual di pasar ini. Seperti ditemui di kios Syarifah, ada bros, gelang, hingga
kalung. Semua dari bebatuan yang dijual dengan harga Rp 20.000 sampai Rp 50.000
saja.
Uji Laboratorium Batu Permata atau Akik
Yang belum mengerti tentang batu mulia tentu akan sangat
bingung untuk membedakan berbagai macam bebatuan ini. Belum lagi untuk
membedakan antara batu asli dan kristal kaca yang tampilannya mirip batu mulia.
Sekretaris Jenderal Masyarakat Batu Mulia Indonesia Sujatmiko
memberikan tips sederhana untuk mengenali batu asli, yakni dengan lup atau kaca
pembesar khusus dan lampu senter. Penerangan dari senter digunakan untuk
melihat isi dari batu itu, apakah batu itu padat atau berisi gelembung udara.
”Jika di dalamnya ditemukan gelembung udara, batu itu sintetis, batu buatan
manusia,” katanya.
Sujatmiko menambahkan, batu mulia menjadi istimewa karena
batu itu terbentuk secara alami dari proses geologis. Itu sebabnya batu mulia
tak pernah seutuhnya jernih, melainkan di dalamnya bercampur dengan material
mineral lain yang memberikan motif pada batu.
Konsumen yang masih ragu juga bisa mengecek keaslian batu
mulia atau akik yang ia beli di laboratorium batu mulia di lantai dua Pasar
Rawa Bening.
Tasbih Scientific Gemological Laboratory adalah salah satu
laboratorium batu mulia di Pasar Rawa Bening, sekaligus salah satu lembaga yang
berhak mengeluarkan sertifikat keaslian batu mulia.
Pemilik laboratorium itu, Yani Abdul Majid, mengungkapkan,
untuk menghindari kerugian, sebaiknya pembeli meminta jaminan kepada penjual
agar bisa mengembalikan batu yang dibeli jika ternyata palsu.
Untuk uji keaslian batu mulia ini, Yani mematok ongkos Rp
300.000-Rp 350.000, termasuk biaya sertifikat. ”Namun, ada kalanya kami juga
melihat besar kecilnya batu untuk mematok harga sertifikasi ini,” katanya.
”Pernah ada klien protes karena batu miliknya saya nilai
sintetis. Saat itu klien saya bilang, batu itu sudah disimpan tiga turunan
sehingga tak mungkin palsu. Namun, bukti uji ilmiah tak akan bisa berbohong,
meski benda itu disimpan bertahun-tahun,” kata Yani.
0 komentar:
Posting Komentar